Home » » Disiplin dalam Islam Membawa Kebahagiaan Sejati

Disiplin dalam Islam Membawa Kebahagiaan Sejati

Unknown | 21.36 | 0 comments

Ternyata ia salah sangka, agama yang awalnya dikira ajaran teror, ternyata adalah jalan menuju Sang Pencipta yang sejak kecil ia cari dan yakini.
Dawood Kinney adalah seorang pria dari keluarga Katolik. Sejak kecil ia meyakini adanya Tuhan, tapi ketika dewasa dan melewati titik rendah dalam hidupnya, gereja Katolik justru menolaknya kembali. Berikut kisah perjalanannya mencari Tuhan.

Mengenang lagi masa kecil dulu, saya selalu terkagum-kagum dengan alam semesta tempat kita hidup ini; bagaimana semuanya berjalan dengan sangat sempurna. Saya sering berbaring di  halaman rumput depan rumah. Memandang bintang-bintang, membayangkan betapa besarnya luas alam ini. Saya juga selalu terpesona melihat tubuh manusia yang bisa bekerja sendiri. Detak jantung, paru-paru mengembang dan mengempis tanpa bantuan saya sama sekali. Dan sejak dulu pula, saya telah merasa bahwa ada "pencipta" dari semuanya ini.
Namun ketika beranjak remaja, saya mulai terbawa arus kehidupan. Sangat mudah bagi saya terjerembab ke suatu kebiasaan buruk demi untuk mengatasi tekanan-tekanan hidup. Ketertarikan akan Tuhan mulai hilang, dan saya hanya menghabiskan waktu untuk sekolah, seks, dan permainan kanak-kanak yang biasa dilakukan para pemuda Amerika yang sedang tumbuh.

Memasuki masa dewasa, obsesi saya berubah menjadi seputar uang, jabatan, tempat tinggal yang lebih bagus, mobil yang lebih cepat, dan kekasih yang lebih cantik. Semuanya merupakan tujuan rendahan.

Saya menjalani hidup dengan obsesi itu selama beberapa tahun dan perlahan tapi pasti mulai kehilangan kontrol atas hidup. Saya pikir saya sedang mengejar kebahagiaan. Padahal saya justru semakin tertekan, semakin bingung, dan melakukan lebih banyak lagi kekacauan dalam hidup.

Sampai pada satu titik, hidup saya berputar-putar saja seperti spiral, dan terus turun, hingga akhirnya hancur.

Saya lantas segera kembali kepada Tuhan. Karena dulu dibesarkan dalam keluarga Katolik, maka saya segera kembali  mendatangi gereja. Saat itu saya telah bercerai dan menikah kembali. Namun ternyata, gereja tidak lagi mau menerima saya.

Oleh karena saya membutuhkan Tuhan dalam hidup ini, maka saya lantas berpaling kepada agama Budha.

Saya mengikuti agama Budha yang memiliki akar tradisi Tibet, yang lebih menekankan pada pemberdayaan dengan mencari berkah dari banyak Budha. Namun saya merasa justru tidak membuat diri ini lebih baik, karena hanya berputar-putar mencari kekuatan iman dengan melakukan berbagai macam ritual.

Tiba-tiba saya teringat pesan Budha yang terakhir kali ia ucapkan sebelum meninggal, yaitu jangan menyembah dirinya. Akhirnya saya sadar, bahwa dasar ajaran persembahyangan yang dilakukan selama ini bukan hanya menyembah Sang Budha, tapi juga menyembah budha-budha lainnya.

Putus asa, maka saya pun kembali kepada kebiasaan lama, bergaul dengan alkohol dan kesenangan-kesenangan buruk lainnya. Dan sekali lagi, saya begitu tertekan. Namun kali ini, ada efek emosional di mana saya menjadi begitu sangat ketakutan dan merusak diri sendiri.

Ketika muda, saya sangat menyenangi musik-musik Cat Steven (Yusuf Islam). Ketika mendengar ia masuk Islam, saya sedang bertugas di Angkatan Laut dan terjebak dalam suasana genting di Iran. Oleh karena itu, saya lantas menyimpulkan bahwa Cat Steven telah menjadi seorang teroris. Dan saya meyakini hal itu selama beberapa tahun ke depan.

Sekitar awal tahun 2006, Dawood Kinney kembali mendengar berita tentang Yusuf Islam. Namun kali itu berbeda nuansanya.

Saya mendengar ia akan diwawancarai di televisi. Saya ingin mendengar tentang orang gila ini, yang meninggalkan kehidupan yang hebat dan memilih menjadi seorang teroris.

Harus saya akui, bahwa saya terhanyut dengan wawancara tersebut. Karena ia ternyata bukan teroris, melainkan orang yang lembut tutur bahasanya, jelas ucapannya. Seorang pria damai yang memancarkan kasih sayang dan kesabaran, serta kecerdasan.

Esok harinya saya langsung mencari tahu tentang Islam di internet. Saya mendapati sebuah rekaman ceramah dalam bentuk RealAudio yang disampaikan oleh Khaled Yasin. Ceramahnya itu membuat saya semangat kembali.

Pertama adalah saudara Khaled yang sangat berjasa bagi saya. Berdua dengan saudara Yusuf (Cat Steven), keduanya benar-benar berbicara (tentang Islam) kepada kami yang tidak dibesarkan dalam lingkungan Muslim. Semuanya sangat mudah diterima akal, tentang keberadaan Tuhan sangat mudah untuk dipahami. Mengapa saya bisa begitu bodoh selama ini?!

Semakin saya belajar, semakin saya yakin bahwa inilah jalan yang tepat untuk saya lalui, yang selama ini saya cari. Islam mengajarkan tentang disiplin, baik fisik, mental dan spiritual, yang bisa membawa kepada kebahagiaan sejati. Tapi yang lebih penting adalah, ia merupakan jalan untuk menuju Allah.

Pengalaman mengucapkan dua kalimat syahadat, rasanya seperti membersihkan diri dari segala apa yang telah saya perbuat selama ini. Dan sejak itu, saya menjadi sering menangis, menangis, dan menangis. Sangat menakjubkan!

Saya mendapatkan ucapan selamat dan sambutan yang hangat dari semua saudara sesama Muslim laki-laki dan perempuan dari seluruh dunia. Saya sangat menikmatinya, mengetahui bahwa--tanpa memperdulikan masa lalu yang kelam--saya benar-benar dikelilingi oleh keluarga saya sesama Muslim, yang tidak akan pernah menelantarkan diri ini, selama saya tetap menjadi Muslim. Tidak ada satu pun kelompok orang yang pernah memperlakukan saya seperti ini.

Jalan saya masih panjang dan penuh tantangan. Menerima Islam adalah satu bagian yang mudah, tapi meniti jalan yang lurus adalah bagian yang berat, khususnya bagi orang yang hidup di dalam masyarakat yang tidak beriman. Tapi, saya berdoa kepada Allah, memohon kekuatan dan petunjuk. Dan setiap hari, sedikit demi sedikit, saya berusaha meningkatkan kualitas keislaman saya.
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. INSAN KAMIL - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger